Monday, November 30, 2015

BANK SYARIAH



BAB I
PENDAHULUAN

            Pada abad 20 muncul sebuah wacana perlunya bank syariah yang bebas bunga, demi melayani kebutuhan kaum muslim yang tidak berkenaan dengan penerapan bunga dalam perbankan karena termasuk dalam riba, yaitu suatu transaksi yang di larang oleh syariat islam. Perkembangan bank syariah di dunia maupun di Indonesia saat ini cukup pesat. Hal ini menandakan salah satu momentumkebangkitan ekonomi islam di dunia terutama perkembangan pada sektor keuangan syariah.
            Kata bank dari kata banque dalam bahasa prancis dan dari banco dalam bahasa Italia yang berarti peti atau lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyaratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti emas, peti berlian, peti uang dll.




DAFTAR ISI




BAB I     Pendahuluan....................................................................  1       
BAB II    Pembahasan                                                                              
a.       Sejarah Perkembangan Bank Syariah....................................... 3
b.      Struktur Organisasi  Bank Syariah........................................... 4
c.       Prinsip Operasional Bank Syariah............................................ 5
d.      Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional............................. 5
e.       Produk dan Jasa Pebankan Syariah.......................................... 6
f.       Akad-akad dalm Bank Syariah.................................................          7
g.      Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syariah...................................... 8
h.      Pembiayaan Mudharabah..........................................................          12
i.        Penetapan Marjin Keuntungan dan Nisbah                              
Bagi Hasil Pembiayaan............................................................. 16
BAB III     DAFTAR PUSTAKA................................................................... 20

                  



BAB II
PEMBAHASAN
“BANK SYARIAH”

A.    SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH
Upaya awal penerapan sistem profit-loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya pengelola dana jamaah haji secara non konvensional.
Permodalan Mit Ghamr Bank di bantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi, Bank pedesaan yang beroprasi tanpa bunga dan sejalan dengan prinsip-prinsip syariah ini sangat populer dan tumbuh dengan baik pada mulanya. Empat tahun kemudian Mit Ghamr Bank dapat membuka 9 cabang dengan nasabah sekitar 1 juta orang. Namun pada tahun 1967 karena persoalan politik bank ini di tutup. Pada pertengahan tahun 1967 bank ini di ambil alih oleh Nation Bank of egypt dan central bank of egypt, sehingga beroprasi atas dasar bunga pada tahun1972.
Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia di Kuala Lurpur, Malaysia pada tanggal 21-27 April 1969 yang di ikuti oleh 19 negara peserta. Konfrensi tersebut memutuskan beberapa hal, yaitu:
1.      Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram
2.      Di usulkan supaya di bentuk suatu bank syariah yang bersih dari sistem riba dalam waktu secepat mungkin
3.      Sementara menunggu berdiri bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga di perbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.
Pembentukan bank syariah semula banyak di ragukan, antara lain karena :
1.      Banyak yang beranggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga adalah suatu hal yang tidak mungkin dan tidak lazim.
2.      Adanya pertanyaan tentang bagaimana bank akan membiayai operasionalnya, tetapi di lain pihak bank islam adalah suatu alternatif sistem ekonomi islam.
Untuk lebih mempermudah berkembang bank syariah di negara-negara muslim perlu ada usaha bersama di antara negara muslim. Maka pada bulan Desember 1970, pada sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi islam (OKI)  di karachi, pakistan, delegasi Mesir mengajukan sebuah proposal  untuk mendirikan bank syariah
Undang-undang yang mengatur tentang kehadiran bank syariah di Indonesia adalah UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan dalam undang-undang ini belum secara emplisit mengatur mengenai bank syariah yang tertera adalah di perkenankannya kehadiran bank dengan prinsip bagi hasil. Serta di ikuti dengan keluarnya peraturan pemerintah (PP) no 72 tahun 1992 masih sangat lambat, hal ini terlihat dari jumlah bank syariah yang tidak bertambah semenjak kehadiran Bank Muamalat Indonesia.[1]
B.     STRUKTUR ORGANISASI  BANK SYARIAH
Secara umum, struktur organisi Bank syariah sama dengan struktur organisasi dalam bank konvensional, akan tetapi yang membedakannya adalah adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang posisinya sejajar dengan Dewan Komisaris Bank syariah.
Tugas Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah mengawasi operasional bank dan produk-produknya serta membuat laporan tahunan yang menyatakan bahwa bank yang berada dalam pengawasannya telah sesuai dengan ketentuan syariat islam. Selain itu DPS bertugas untuk meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang di awasinya.
C.    PRINSIP OPERASIONAL BANK SYARIAH
Dalam operasionalnya, bank syariah mengacu pada prinsip bagi hasil sebagaimana di tentukan dalam peraturan pemerintah No 72 tahun 1992 yang menjelaskan bahwa :
1.      Untuk dapat meningkatkan pelayanan jasa perbankan kepada masyarakat perlu di kembangkan kegiatan usaha bank yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
2.      Penyediaan jasa perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil merupakan pelayanan jasa perbankan yang di butuhkan masyrakat.[2]

D.    PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN KONVENSIONAL
Ada perbedaan konsep mendasar antara bank bank syariah dengan bank konvensional. Pada bank konvensional terdapat dua perjanjian yang saling terpisah yaitu
Pertama, perjanjian antara pihak bank dengan nasabah penabung, dimana penabung menaruh dananya di bank tersebut dengan mendapat sejumlah persentase tertentu bunga dari pihak bank.
 Kedua, perjanjian antara pihak bank dengan nasabah peminjam,, dimana bank meminjamkan dananya kepada nasabah peminjam dan berhak mendapatkan sejumlah persentase tertentu bunga dari nasabah peminjam. Keuntungan bank adalah dengan mengambil selisih tingkat bunga dari yang di tawarkan kepada nasabah penabung dengan tingkat bunga yang di kanakan kepada nasabah peminjam
Sementara pada bank syariah terdapat kesatuan perjanjian antara bank dengan nasabah penabung dan antara bank degan nasabah pembiayaan. Nasabah penabung menaruh dananya di bank syariah dengan mendapatkan sejumlah nisbah bagi hasil. Kemudian dana tersebut di gunakan untuk pembiayaan kepada nasabah pembiayaan dan bank mendapat sejumlah tertentu bagi hasil atas usaha yang di biayai tersebut.
Ciri-ciri bank syariah yang membedakan dengan bank konvensional :
1.      Beban biaya yang di sepakati bersama pada waktu akad perjanian dalam bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat di lakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas wajar.
2.      Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalud i hindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa hutang, meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir, sehingga yang di pergunakan adalah nisbah bagi hasil.
3.      Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan di anggap sebagai titipan sedangkan bagi bank di anggap sebagai titipan yang di amanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang di biayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.[3]

E.     PRODUK DAN JASA PEBANKAN SYARIAH
Pada dasarnya, produk yang di tawarkan oleh perbankan syariah dapat di bagi menjadi 3 bagian dasar :
1.      Produk Penyaluran Dana (financing)
2.      Produk Penghimpun Dana (funding)
3.      Produk Jasa (service)

1.      Penyaluran Dana
Dalam penyaluran dananya para nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam emapat kategori yang di bedakan berdasarkan tujuan penggunanya, yaitu:
·         Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
·         Pembiayaan dengan prinsip sewa
·         Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
·         Pembiayaan dengan akad pelengkap.

2.      Produk Penghimpun Dana
·         Prinsip wadi’ah
·         Prinsip mudharabah
·         Akad pelengkap

3.      Jasa Perbankan
·         Sharf (jual beli valuta asing)
·         Ijarah (sewa)[4]

F.     AKAD-AKAD DALM BANK SYARIAH

1.      Antara wa’ad dengan akad
Wa’ad adlah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya, sedangkan pihak yang di beri janji  tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam akad mengikat kedua belah pihak yang saling sepakat, yakni masing-masing pihak terkait untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah di sepakati terlebih dahulu.
2.      Antara tabarru dengan Tijarah

·         Akad tabarru
Adalah segala macam perjanjian yang menyangkut not- for profit transsaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil.
·         Akad tijarah
Segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad ini di lakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contohnya akad-akad investasi, jual beli, sewa menyewa.[5]

G.    JENIS-JENIS PEMBIAYAAN BANK SYARIAH

1.      Pembiayaan Modal Kerja Syariah

a.      Konsep Modal Kerja
Ø  Modal kerja (working capital assets)
Adalah modal lancar yang di pergunakan untuk mendorong operasional perusahaan sehari-hari sehingga perusahaan dapat beroperasi secara normal dan lancar.
Ø  Modal kerja bruto ( gross working capital)
adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. Pengertian modal kerja bruto di dasarkan pada jumlah atau kuantitas dana yang tertanam pada unsur-unsur aktiva lancar
Ø  Modal kerja netto (net working capital)
Adalah kelebihan aktiva lancar atas hutang lancar.
b.      Penggolongan Modal Kerja
Ø  Modal kerja permanen
Yaitu berasal dari modal sendiri atau dari pembiayaan jangka panjang

Ø  Modal kerja seasonal
Berasal dari modal jangka pendek dengan sumber pelunasan dari haasil penjualan barang dagangan, penerimaan hasil tagihan termin, atau dari penjualan hasil produksi.
c.       Unsur-unsur Modal Keerja permanen
Ø  Kas
Ø  Piutang dagang
Ø  Persediaan (stock) bahan baku.

2.      Pembiayaan Investasi Syariah
Yang di maksud investasi adalah penanaan dana dengan maksud untuk memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan di kemudian hari  mencakup hal-hal antara lain:
a.       Imbalan yang di harapkan dari investasi adalah berupa keuntungan dalam bentuk finansial atau uang
b.      Badan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan berupa uang, sedangkan badan sosial dan badan-badan pemerintahan lainnya lebih bertujuan untuk memberikan manfaat sosial di bandingkan dengan keuntungan finansialnya.
Dana yang di tanam dalam aktiva tetap seperti halnya dana yang di investasikan ke dalam aktiva lancar juga mengalami proses perputaran, walaupun secara konsepsional sebenarnya tidak ada perbedaan antara investasi syariah dalam aktiva tetap dengan investasi dalam aktiva lancar.
Dari pembahassan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa yang di maksud dengan pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau panjang untuk pembelian barang-barang modal yang di perlukan untuk
a.      Pendirian proyek baru
b.      Rehabilitasi
c.       Moderenisasi
d.      Ekspansi
e.       Relokasi proyek yang sudah ada.

3.      Pembiayaan Konsumtif Syariah
Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, pembiayaan konsumtif dapat di bagi menjadi 5 bagian, yaitu:
·         Pembiayaan Konsumen akad murabahah
·         Pembiayaan Konsumen akad IMBT
·         Pembiayaan Konsumen akad Ijarah
·         Pembiayaan Konsumen akad istishna’
·         Pembiayaan Konsumen akad qard + ijarah
Dalam menetapkan akad pembiayaan konsumtif, langkah-langkah yang perlu di lakukan bank adalah sebagai berikut :
·         Apabila kegunaan pembiayaan yang di butuhkan nasabah adalah untuk kebutuhan konsumtif semata, harus di lihat dari sisi apakah pembiayaan tersebut terbentuk pembelian barang atau jasa.
·         Jika itu pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus di lihat adalah apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau goods in process.
·         Jika pembiayaan tersebut di maksudkan untuk memenuhi kebutuhan nasabah di bidang jasa, pembiayaan yang di berikan adalah istishna’.


4.      Pembiayaan Letter of kredit (L/C)
Adalah pembiayaan yang di berikan dalam rangka memfasilitasi transaksi inpor atau ekspor nasabah. Pada umumnya, pembiayaan L/C dapat menggunakan beberapa akad, yaitu:
a.      Pembiayaan L/C impor
Fatwa dewan syariah nasional no 34/DSN-MUI/IX/2002 akad yang dapat di gunakan untuk pembiayaan L/C impor adalah
·         Wakalah bil ujrah
·         Murabahah
·         Salam atau istishna dan murabahah

b.      Pembiayaaan L/C ekspor
Fatwa DSN No 35/DSN-MUI/IX/2002, akad yang dapat di gunakan untuk pembiayaan L/C eksport adalah
·         Wakalah bil ujrah
·         Wakalah bil ujrah dan Qardh
·         Musyarakah
·         Ba’i dan Wakalah[6]





Skim Syariah
Semula, papar Budi, untuk pembukuan LC menggunakan skim wakalah,, mudharabah, dan ijarah. Namun dalam praktiknya kepada para pelaku usaha di minta semacam ujrah (upah) yang tidak memberatkan dan sesuai dengan kesepakatan.
Perbandingan Biaya LC
Unsur
Konvensional
syariah
Fee
0,12-0,25%
Lebih rendah
Biaya bunga uang muka
Ada
Tidak ada
LC ekspor
Ada masa tunggu
Bersifat final
Letter of internity
Perlu teken
Tidak perlu
Biaya TTI
Ada
Tidak ada
H.    PEMBIAYAAN MUDHARABAH

1.      Pengertian akad mudharabah
Adalah akad yang di kenal oleh umat muslim sejak zaman nabi, bahkan telah di peraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya islam. Ketika nabi muhammad SAW berpropesi sebagai pedagang ia melakukan akad mudharabah dengan khadijah. Dengan demikian di tinjau dari segi hukum, maka praktek mudharabah ini di perbolehkan baik menurut al-Quran, sunnah dan ijma’.
Akad mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain.[8]
Dengan pengertian istilah mudharabah di definisikan oleh wahbah Zuhaili sebagai berikut : “ mudharabah adalah akad penyerahan modal oleh si pemilik kepada pengelola untuk di perdagangkan dan keuntungan di miliki bersama antara keduanya sesuai dengan persyaratan yang mereka buat.”
Sayid Sabiq memberikan pendapat tentang mudharabah
“ suatu akad antara dua pihak di mana salah satu pihak memberikan uang (modal) kepada pihak lain untuk di perdagangkan dengan ketentuan bahwa keuntungan di bagi di antara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan mereka.”
2.      Dasar Hukum Mudharabah
* ¨bÎ) y7­/u ÞOn=÷ètƒ y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷Šr& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D   tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#   tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? çm÷ZÏB 4 (#qãKŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qàÊ̍ø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9Žöyz çnrßÅgrB yZÏã «!$# uqèd #ZŽöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4 (#rãÏÿøótGó$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî 7LìÏm§ ÇËÉÈ  
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Al-muzammil :20)

3.      Rukun Mudharabah, macam-macam dan sifatnya

A.    Rukun mudharabah
Menurut Hanafiah adalah ijab dan qabul. Menurut jumhur ulama rukun mudharabah ada 3 :
·         Aqid yaitu pemilik modal
·         Ma’qud alaih yaitu modal, tenaga dan keuntungan
·         Shighat yaitu ijab dan qabul.
Menurut Syafi’iyah rukun mudharabah ada 5:
·         Modal
·         Tenaga
·         Keuntungan
·         Shighat
·         Aqidain

B.     Macam-macam mudharabah:
·         Mudharabah muthlaq
·         Mudharabah muqayyad

C.    Sifat Akad Mudharabah
Akad Mudharabah sifatnya tidak mengikat dan masing-masing boleh membatalkannya. Menurut Imam Malik akad Mudharabah menjadi akad yang mengikat setelah pengelola memulai kegiatan usahanya. Dengan demikian akad tersebut tidak bisa di batalkan sebelum barang tersebut berubah menjadi uang.
4.      Syarat-syarat Mudharabah
Ø  Syarat yang berkaitan dengan aqid
Ø  Syarat yang berkaitan dengan modal
Ø  Syarat yang berkaitan degan keuntungan

5.      Hukum Mudharabah
Ø  Mudharabah fasid
Ø  Mudharabah shahih

6.      Hal-hal yang membatalkan Mudharabah
Ø  Pembatalan, larangan tasarruf dan pemecatan
Ø  Meninggalnya salah satu pihak
Ø  Salah satu pihak terserang penyakit gila
Ø  Pemilik modal murtad
Ø  Harta Mudharabah rusak di tangan Mudharib[9]
I.       PENETAPAN MARJIN KEUNTUNGAN DAN NISBAH BAGI HASIL PEMBIAYAAN

1.      Penetapan Marjin Keuntungan
Bank syariah menerapkan marjin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni kad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing), seperti pembiayaan murabahah, ijarah, ijarah muntahia bit tamlik, salam, dan istishna’.
Secara teknis, yang di maksud engan marjin keuntungan adalah persesntase tertentu yang di tetapkan per tahun per tahun perhitungan marjin keuntungan secara harian, maka jumlah hari dalam setahun di tetapkan 360 hari perhitungan marjin keuntungan secara bulanan, maka setahun di tetapkan 12 bulan.
A.    Referensi marjin Keuntungan
Adalah marjin keuntungan yang di tetapkan dalam rapat ALCO Bank Syariah. Pnerapan marjin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari tim ALCO Bank syariah, dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:
Ø  Direct Competitor’s market Rate (DCMR)
Adalah tingkat marjin keuntungan rata-rata perbankan syariah, atau tingkat marjin keuntungan rata-rata beberapa bank syariah yang di tetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok kompetitor langsung, atau tingkat marjin keuntungan bank syariah tertentu yang di tetapkan dalam rapat ALCO sebagai kompetitor langsung terdekat.


Ø  Acquiring cost
Adalah biaya yang di keluarkan oleh Bank yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Ø  Overhead cost
Adalah biaya yang di keluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
B.     Penetapan Harga Jual
Setelah memperoleh referensi marjin keuntungan, bank melakukan penetapan harga jual. Harga jual adalah penjumlahan harga beli/ harga pokok/ harga perolehan bank dan marjin keuntungan.
C.    Pengakuan Angsuran Harga Jual
Terdiri dari angsuran harga beli/ harga pokok dan angsuran marjin keuntungan. Pengakuan angsuran dapat di hitung dengan empat metoda, yaitu:
Ø  Metode Marjin Keuntungan Menurun
Ø  Marjin Keuntungan Rata-rata
Ø  Marjin keuntungan flat
Ø  Marjin keuntungan Annuitas.

D.    Persyaratan untuk Perhitungan Marjin Keuntungan
Marjin keuntungan = f (plafond) hanya bisa di hitung apabila komponen-komponen yang di bawah tersedia:
1.      Jenis perhitungan marjin keuntungan
2.      Plafond pembiayaan sesuai jenis
3.      Jangka waktu pembiayaan
4.      Tingkat marjin keuntungan pembiayaan
5.      Pola tagihan atau jatuh tempo tagihan (baik harga pokok maupun marjin keuntungan)

2.      Penetapan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan
Bank syariah merupakan nisbah bagi hasil terhadap produk-produk pembiayaan syariah yang berbasis Natural Umcertainty Contracts (NUC) yaitu akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing) seperti mudharabah dan musyarakah.
Penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan di tentukan dengan mempertimbangkan sebagai berikut
1.      Referensi tingkat (marjin) keuntungan
Adalah referensi tingkat (marjin) keuntungan yang di tetapkan oleh Rapat ALCO
2.      Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/ proyek yang di biayai
a.      Perkiraan Penjualan :
Ø  Volume penjualan setiap transaksi atau volume penjualan setiap bulan
Ø  Fluktuasi harga penjualan
Ø  Rentang harga penjualan yang dapat di negosiasikan
b.      Lama cash to cash cycle
Ø  Lama proses barang
Ø  Lama persediaan
Ø  Lama piutang
c.       Perkiraan biaya-biaya langsung
Adalah biaya yang langsung berkaitan dengan kegiatan penjualan seperti biaya pengangkutan, biaya pengemasan, dan biaya yang lazim di kategorikan dalam cost of goods sold (COGS)

            Terdapat  metode dalam menentukan nisbah bagi hasil pembiayaan yakni:
1.      Penentuan nisbah bagi hasil keuntungan
2.      Penentuan nisbah bagi hasil pendapatan
3.      Penentuan nisbah bagi hasil penjualan[10]




DAFTAR PUSTAKA


Adiwarman A. Karim, Bank Islam analisis fiqih dan keuangan, Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,2010
Nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar ekonomi Islam, Solo: PT ERA ADICITRA INTERMEDIA,2011
Nurul Hak, ekonomi Islam Hukum bisnis syariah, Yogyakarta: Teras,2011
Lutfi hamidi, jejak-jejak ekonomi islam, Jakarta Selatan: Senayan Abadi Publishing,2003
Ahmad wardi muslich, Fiqh Muamalah, Jakarta: Sinar Grafika,2010


[1]M.nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar ekonomi Islam, (Solo:PT ERA ADICITRA INTERMEDIA,2011),Hlm 299-303.
[2] Nurul Hak, ekonomi Islam Hukum bisnis syariah, (yogyakarta:Teras,2011), hlm 23-25.
[3] M.nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar ekonomi Islam, (Solo:PT ERA ADICITRA INTERMEDIA,2011),Hlm 305-307.
[4] Adiwarman A. Karim, Bank Islam analisis fiqih dan keuangan, (jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,2010) hlm. 97-112.
[5] Ibid hlm 65-70.
[6]  Adiwarman A. Karim, Bank Islam analisis fiqih dan keuangan, (jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,2010) hlm 231-252.
[7] Lutfi hamidi, jejak-jejak ekonomi islam, (jakarta selatan: senayan abadi publishing,2003) hlm. 69.
[8] Adiwarman A. Karim, Bank Islam analisis fiqih dan keuangan, (jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,2010) hlm 204.
[9] Ahmad wardi muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta:sinar Grafika,2010) hlm. 365-388.
[10] Adiwarman A. Karim, Bank Islam analisis fiqih dan keuangan, (jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA,2010) hlm 279-286.

No comments:

Post a Comment